Sabtu, 13 April 2013

How I met my Daughter part 2

Setelah dipindahkan ke ruang bersalin, rasa sakit sangat terasa dan g karuan. Namun menjelang jam 11 pembukaan belum berubah, dan berkali-kali saya memohon ke ibu supaya ditanyakan ke perawat yang berjaga. Dan  berkali-kali juga jawabannya hanya sama, harus menunggu. Ibu mertua saya datang dan ikut memegang tangan saya, mendoakan, dan menguatkan. Berarti sudah sejaka sore sebelumnya saya tidak makan,sungguh tidak terpikirkan sama sekali untuk makan, minum pun tidak. Keringat sudah mengucur sejak semalam, air mata sudah tidak bisa keluar, hanya rintihan dan bacaan-bacaan istighfar yang bisa keluar. Sesekali saya turus dari bed dan berjalan menuju toilet untuk buang air kecil, dengan berjalan saya berharap proses pembukaan terbantu, namun kenyataannya tidak demikian. Ibu dan ibu mertua memaksa saya untuk makan, namun saya bersikeras menolak, dan sedikit jengkel. Saya tau maksudnya baik, tapi rasa sakit ini benar-benar menghilangkan seluruh keinginan duniawi saya termasuk makan atau minum. Infus pun dipasang, karena kondisi saya sudah melemah. Jika kontraksi datang saya hanya berusaha menegangkan kaki dan memeluk kuat ibu, berharap kontraksi segera berakhir. Dan harus saya rasakan kurang dari 1 menit sekali.
Setelah berulang kali meminta untuk dipanggilkan dokter, akhirnya saya diberi opsi untuk dilakukan induksi, yaitu mempercepat mempercepat pembukaan. Namun efeknya kontraksi ini akan semakin sering dan semakin sakit. Saya pun berpikir sementara, karena semua harus saya putuskan sendiri. Akhirnya saya menerima, namun ibu menyurus saya makan barang sedikit, untuk menjaga stamina supaya bisa berjuang sampai akhir nanti. Setelah jumatan saya diminta menandatangani surat persetujuan tindakan induksi, seharusnya suami yang bisa memutuskan ini. Saya harus siap dengan segala resikonya. Obatpun mulai diinjeksi ke dalam infus, dan kontraksi hebat itu mulai terjadi. Benar-benar tidak ada jeda antar kontraksi. Saya berulangkali mengatakan tidak sanggup dan ingin menyerah, kesadaran mulai hilang, hanya istighfar dan kata-kata ‘tolong ya Alloh’ saya katakan sambil memeluk ibu dengan sangat kuat. Jam 4sore pembukaan baru masuk 4, dan saya makin syok tidak mengerti dan benar-benar ingin menyerah. Kakak saya dan ponakan2 pun datang, semua orang menangis melihat saya, karena kondisinya sudah tidak karuan, saya sudah tidak berdaya dan merasa hampir tidak bisa bernafas. Semua menyemangati saya, mengatakan sayang kalau mau operasi karena saya sudah berjuang sejauh ini. Di jam itu saya merasa ingin ke toilet, saya paksakan untuk berjalan, sungguh sakitnya tidak terbayangkan. Namun setelah buang air kecil barulah tanda akan melahirkan itu muncul, lendir darah sudah mulai keluar dan banyak. Rasa sakit pun mulai tidak bisa saya tahan, dan saya memohon ke dokter yg sudah datang dari jam4 untuk menghentikan pemberian infus yg bercampur dengan obat induksi untuk sementara, karena saya tidak bisa bernafas, dan sakitnya sudah sangat mengerikan tidak bisa saya gambarkan. Beberapakali saya ingin melompat dari bed karena tidak tahan dengan rasa sakitnya. Akhirnya saya diberikan obat penahan nyeri dan infusnya diganti dengan yang tanpa obat induksi. Namun obatnya tidak mempan sama sekali, saya tetap kesakitan setengah mati. Berkali-kali perawat mengatakan untuk saya tidak bersuara supaya hemat tenaga, tapi yah,..siapa yg bisa mengontrol kondisi seperti itu, omongan sudah seolah-olah tidak terdengar.
Menjelang jam 5 pembukaan berada diposisi 5 menuju 6, saya merasa ada cairan yang keluar dari jalan lahir, dan itulah air ketuban yang baru saja pecah. Menjelang maghrib pembukaan sdah masuk 8, dokter pun solat maghrib dan bergantian dengan perawatnya. Jam 18.30 persalinan sudah dimulai. Oksigen dan alat pengukur detak jantung bayi dipasang. Beberapa kali saya mengejan namun belum berhasil mengeluarkan bayi. Dokter terus mengatakan sebentar lagi, kepalanya sudah nampak, dll. Anehnya setelah pembukaan ke 10 dan sepanjang proses persalinan saya tidak bersuara, seakan-akan terhenti di kerongkongan. Ditengah-tengah persalinan dokter menggunting pinggir lubang untuk keluar bayi, yang seperti itu tidak terasa sama sekali. Dokter memberi batas waktu sampai jam 19.00 jika tidak ada perkembangan akan di vacum. Entah seperti apa rasa sakitnya jika sampai divacum. Setelah mengejan beberapa kali, terasa ada sesuatu yg besar dan licin melewati lubang kemaluan. Rasanya lega sekali, karena itulah bayi yg ditunggu. Ternyata badan sibayi belum keluar, setelah 2 kali menarik nafas akhirnya dia keluar dan dokter menaruh bayi diperut saya sambil dimiringkan. Dalam beberapa detik suara tangisnya menggelegar ke seluruh ruangan, jam 19.10...Alhamdulillah..sempurna dan yang mengejutkan beratnya 3,8kg J masya Alloh besar sekali.
Bayi pun dipisahkan untuk dibersihkan, sementara saya masih harus mengeluarkan ari-ari dan dijahit. Saat dijahit saya sudah berulang kali hampir terlelap, capek yg luar biasa dan ngantuk. Namun dibangunkan dan diminta tetap terjaga atau bisa tertidur selamanya. Rasa sakit dijahit tidak ada artinya dibanding rasasakit sebelumnya, tapi sudah benar-benar lega. Menjelang jam 8 semua sudah selesai hanya tinggal darah yang terus menetes. SI bayi cantik itu pun diberikan ke saya untuk menyusu. Bidan sudah memencet payudara saya sekuat tenaga agar air susunya keluar, dan Alhamdulillah walaupun sedikit sekali namun bisa diminumkan ke aira, anakku,..
Begitulah nak, bagaimana mama bertemu Aira, tidak bisa hanya dituliskan dalam lembaran ini bagaimana perjuangan kita untuk bisa bertemu,.. Terima kasih juga untuk papa yang tidak berhenti solat, ngaji dan berdoa untuk keselamatan mama dan Aira...